A.
PENGERTIAN
Halusinasi adalah
gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar
yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat
kesadaran individu itu penuh / baik (Stuart & Sundenn, 1998).
Halusinasi adalah
kesalahan persepsi yang berasal dari lima indra (pendengaran, penglihatan,
peraba, pengecap penghidu) (Stuart & Laraia, 2001)
Halusinasi adalah salah
satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori
persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada
(Keliat & Akemat, 2010).
Halusnasi disebabkan
olehbanyak faktor, tetapi kemungkinan penyebab terjadinya halusinasi pada klien
dengan masalah psikiatrik karena adanya stress psikologi atau kurangnya
stimulus dari lingkungan. Stressor ini bisa berasal dari dirinya sendiri
seperti klien berfikir negative atau menyalahkan dirinya sendiri, atau stress yang
didapatkan dari luar yang bisa berasal dari hubungan yang tidak menyenangkan
dengan keluarga, teman atau bahkan pewtugas kesehatan. Kurangnya stimulus
lingkungan juga akan menjadi penyebab terjadinya halusinasi, dalam keadaan
seperti ini, klien berada dalam kondisi dimana stimulus dari lingkungan sangat
kurang sementara stimulus dalam diriinya sangat kuat, apabila hal ini terjadi
dalam waktu yang lama maka klien akan mulai berhalusinasi (Nurjanah, 2008).
B.
KARAKTERISTIK
/ JENIS HALUSINASI MENURUT KELIAT, 2011.
No
|
Jenis
Halusinasi
|
Data
Obyektif
|
Data
Subyektif
|
1
|
Halusinasi
Dengar (Auditory) adalah halusinasi
pendengar dimana seseorang mendengar suara-suara
|
Bicara
atau tertawa sendiri tanpa lawan bicara
Marah-marah
tanpa sebab
Mencondongkan
telinga kearah tertentu
Menutup
telinga
|
Mendengar
suara-suara atau kegaduhan
Mendengar
suara yang mengajak bercakap-cakap
Mendengar
suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
|
2
|
Halusinasi
penglihatan (Visual) adalah dimana
seseorang melihat gambaran mungkin dalam bentuk lintasan cahaya, gambaran
geometris, gambaran kartun atau pandangan yang terperinci atau kompleks.
|
Menunjuk-nunjuk
kea rah tertentu
Ketakutan
pada objek yang tidak jelas
|
Melihat
bayangan, sinar, bentuk geometris, gambar kartun, melihat hantu atau monster.
|
3
|
Halusinasi
penghidu (Olfactory) adalah dimana
seseorang membaui bau busuk, sangat menjijikan, bau tengik seperti darah, air
kencing atau kotoran manusia tetapi kadang-kadang bau bisa menyenangkan
|
Menghidu
seperti sedang membaui bau-bauan tertentu
Menutup
hidung
|
Membaui
bau-bauan seperti bau feces, darah, urin, kadang-kadang bau itu menyenangkan
|
4
|
Halusinasi
pengecapan (gustatory) adalah
dimana seseorang mengecap sesuatu yang busuk, menjijikan, rasa tengik seperti
darah, air kencing atau kotoran manusia
|
Sering
meludah
Muntah
|
Merasakan
rasa seperti darah, urine, feces.
|
5
|
Halusinasi
peraba (tactile) adalah dimana
seseorang mengalami perasaan tidak nyaman atau nyeri tanpa adanyya rangsangan
|
Menggaruk-garuk
permukaan kulit
|
Mengatakan
ada serangga dipermukaan kulit
Merasakan
seperti terdapat sesuatu di permukaan kulit
Merasa
seperti tersengat listrik
|
C.
HAL-HAL
YANG HARUS DIPERHATIKAN PADA KASUS HALUSINASI
1. Jenis
dan isi halusinasi
Data objektif
dapat dikaji dengan cara mengobservasi prilaku klien, sedangkan data sebyektif
dapat dikaji dengan melakukan wawancara. Melalui data ini perawat dapat
mengetahui isi halusinasi klien.
2. Waktu,
frekuensi dan situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi
Perawat juga
perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan munculnya
halusinasi. Hal ini dilakkukan untuk menentukan intervensi khusus pada waktu
terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan munculnya
halusinasi sehingga klien tidak larut dengan halusinasinya. Dengan mengetahui
frekuensi terjadinya halusinasi dapat direncanakan frekuensi tindakan untuk
mencegah terjadinya halusinasi.
3. Respons
terhadap halusinasi
Untuk mengetahui
apa yang dilakukan klien ketika halusinasi itu muncul. Hal apa yang dirasakan
atau dilakukan klien saat halusinasi itu muncul. Selain itu juga dapat
mengobservasi prilaku klien saat halusinasi timbul.
D.
ETIOLOGI
Menurut
Stuart (2007) faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah :
1. Faktor Predisposisi
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami.
b.
Faktor
Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya
rendahnya kontrol dan kehangatan
keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi,
hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
c.
Faktor
Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.
Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti
Buffofenon dan Dimetyttranferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neutransmiter otak. Misalnya terjadi ketidak
seimbangan asetylcholin dan dopamin.
d.
Faktor
Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh
orang tua skizofrenia cendrung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukan
bahwa faktor keluarga menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit
ini.
e. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan pasien sangat
mempengaruhi respon dan kondisi psikologis pasien. Salah satu sikap atau
keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan
atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup pasien.
f. Sosial Budaya
Secara umum pasien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi sosial, perasaan tidak berguna,
putus asa dan tidak berdaya.
2.
Faktor Presipitasi
a.
Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak yang
mengatur proses inflamasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi
stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b.
Stress
Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi
terhadap stresor lingkungan untuk menentukan tejadinya gangguan perilaku.
c.
Sumber
Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stressor.
E.
TANDA DAN GEJALA
1. Bicara sendiri
2. Senyum sendiri
3. Ketawa sendiri
4. Menggerakkan bibir tanpa suara
5. Pergerakan mata yang cepat
6. Menarik diri dari orang lain
7. Berusaha untuk menghindari orang lain
8. Perilaku panik
9. Curiga dan bermusuhan
10. Ekspresi muka tegang
11. Tampak tremor dan berkeringat
12. Mudah tersinggung, jengkel dan marah
13. Pehatian dengan lingkungan yang kurang
14. Tidak dapat membedakan realita dan tidak
15. Bertindak merusak diri, lingkungan dan orang lain
16. Diam
17. Rentang perhatianhanya beberapa detik atau menit
F.
TAHAPAN
HALUSINASI
Tahap
|
Ciri-ciri
|
Perilaku yang dapat diobservasi
|
Comforting
Halusinasi
menyenangkan,
Cemas
ringan
|
Klien
yang berhalusinasi mengalami emosi yang intense seperti cemas, kesepian, rasa
bersalah, dan takut dan mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan
untuk menghilangkan kecemasan. Seseorang mengenal bahwa pikiran dan
pengalaman sensori berada dalam kesadaran control jika kecemasan tersebut
bisa dikelola.
|
Tersenyum
lebar, menyeringai tetapi tampak tidak tepat
Menggerakan
bibir tanpa membuat suara
Pergerakan
mata yang cepat
Respon
verbal yang lambat seperti asyik
Diam
dan tampak asyik
|
Comdemning
Halusinasi
menjijikan,
Cemas
sedang
|
Penngalaman
sensori menjijikan dan menakutkan. Klien yang berhalusinasi mulai merasa
kehilangan control dan mungkin berusaha menjauhkan diri, serta merasa malu
dengan adanya pengalaman sensori tersebut dan menarik diri dari orang lain.
|
Ditandai
dengan peningkatan kerja system saraf autonomic yang menunjukan kecemasan
misalnya terdapat peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.
Rentang
perhatian menjadi sempit
Asyik
dengan penngalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan
halusinasi dengan realitas.
|
Controlling
Pengalaman
sensori berkuasa,
Cemas
berat
|
Klien
yang berhalusinasi menyerah untuk mencoba melawan pengalaman halusinasinya.
Isi halusinasi bisa menjadi menarik/meimkat. Seseorang mungkin mengalami
kesepian jika pengalaman sensori berakhir.
|
Arahan
yang diberikan halusinasi tidak hanya dijadikan objek saja oleh klien tetapi
mungkin akan diikitu/dituruti
Klien
mengalami kesulitan berhubungan dengan orang lain
Rentang
perhatian hanya dalam beberapa detik atau menit
Tampak
tanda kecemasan berat seperti berkeringat, tremor, tidak mampu mengikuti
perintah.
|
Conquering
Melebur
dalam pengaruh halusinasi,
Panic
|
Pengalaman
sensori bisa mengancam jika klien tidak mengikuti perintah dari halusinasi. Halusinasi
mungkin berakhir dalam waktu empat jam atau sehari bila tidak ada intervensi
terapeutik
|
Perilakku
klien tampak seperti dihantui terror dan panic
Potensi
kuat untuk bunuh diri dan membunuh orang lain
Aktifitas
fisik yang digambarkan klien menunjukan isi dari halusinasi misalnya klien
melakukan kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonia
Klien
tidak dapat berespon pada arahan kompleks
Klien
tidak dapat berespon pada lebih dari satu orang
|
G.
|
|
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan
Sensori Persepsi: halusinasi
I.
RENCANA
TINDAKAN KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan
|
SP Klien
|
SP Keluarga
|
Gangguan
Persepsi Sensori : Halusinasi
|
SP
1:
a.
Membantu pasien mengenal Halusinasi (isi, frekuensi,
waktu terjadinya, situasi pencetus, perasaan saat terjadi halusinasi)
b.
Menjelaskan cara mengontrol halusinasi
c.
Mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
halusinasi
|
SP
1:
a.
Memberikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis
halusinasi yang di alami pasien, gejala dan tanda halusinasi dan cara-cara
merawat pasien halusinasi.
|
SP
2:
a.
Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan
orang lain
|
SP
2:
a. Melatih keluarga praktek merawat pasien langsung
dihadapan pasien
b. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien dengan halusinasi
langsung dihadapan pasien
|
|
SP
3:
a. Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara
melaksanakan aktivitas terjadwal.
|
SP
3:
a. Membuat perencanaan pulang bersama keluarga
|
|
SP
4 :
a. Melatih pasien menggunakan obat secara teratur.
|
|
J.
TINDAKAN
KEPERAWATAN
1. Tindakan
Keperawatan pada klien
a) Tujuan
Keperawatan
· Klien
dapat mengenal halusinasi yang dialaminya
· Klien
dapat mengontrol halusinasinya
· Klien
mengikuti program pengobatan secara optimal
b) Tindakan
Keperawatan
· Bantu
klien mengenal halusinasi
Dalam
membantu klien mengenal halusinasinya, perawat dapat berdiskusi dengan klien
tentang isi halusinasi (apa yang didengar, dilihat atau dirasa), waktu terjadi
halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan
terjadinya halusinasi, dan respon klien saat halusinasi itu muncul.
· Melatih
klien mengontrol halusinasi
1)
Menghardik halusinasi
~
Menjelaskan cara menghardik halusinasi
~
Memperagakan cara menghardik
~
Meminta klien memperagakan ulang
~
Memantau penerapan cara, menguatkan
perilaku klien.
2)
Bercakap-cakap dengan orang lain
Bercakap-cakap
dengan orang lain dapat membantu mengontrol halusinasi, ketika klien bercakap-cakap
dengan orang lain terjadi distraksi yaitu focus perhatian klien akan beralih
dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain. Anjurkan atau
ingatkan kepada klien bahwa ketika waktu-waktu yang diperkirakan sebagai waktu
halusinasi tersebut muncul maka kien diharapkan langsung mencari teman untuk
bercakap-cakap.
3)
Melakukan aktivitas yang terjadwal
~
Menjelaskan pentingnya aktivitas yang
teratur untuk mengatasi halusinasi
~
Mendiskusikan aktivitas yang biasa
dilakukan klien
~
Melatih klien melakukan aktivitas
~
Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari
sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih. Upayakan agar klien memiliki
aktivitas muali dari bangun pagi sampai dengan tidur malam.
4)
Minum obat secara teratur
~
Jelaskan kegunaan obat
~
Jelaskan akibat putus obat
~
Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat
~
Jelaskan cara minum obat dengan prinsip
6B plus.
2. Tindakan
Keperawatan pada keluarga
DAFTAR
PUSTAKA
Ø
Azis
R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa
Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003
Ø
Yosep
Iyus, S.Kp, M.Si. (2010). Keperawatan
Jiwa, Bandung : PT Reflik Aditama
Ø
Keliat
Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan
jiwa, Jakarta : EGC, 1995
Ø
Townsend,
M.C. (1998). Diagnosa Keperawatan pada
Keperawatan Psikiatri, Pedoman Untuk pembuat rencana keperawatan, Jakarta :
EGC
Ø
Tim
Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP
Bandung, 2000
Ø
Stuart
and Sundeen (1998). Buku Saku Keperawatan
Kesehatan jiwa, alih bahasa Hapid AYS, Jakarta : Penebit Buku kedokteran
EGC
Komentar :
Posting Komentar